Kumako dan Swimmer Syndrome

 


Hari ke #180

Pagi kemarin aku kembali membawa Mariko dan ketiga anaknya "jalan-jalan". Setelah Kamis kemarin "jalan-jalan" ke klinik hewan di daerah Kuningan, pagi kemarin aku mengajak mereka "jalan-jalan" ke RSH Prof. Soeparwi. Meski hanya Kumako yang akan diperiksa, tetapi aku membawa serta ibu dan kedua saudaranya. Seperti biasa, sepanjang perjalanan mereka begitu rewel, tidak henti mengeong. Dan baru berhenti ketika sudah sampai.


Tujuan utama "jalan-jalan" pagi kemarin adalah untuk merontgen kaki Kumako. Ternyata, tanpa surat rujukan dari dokter klinik sebelumnya, Kumako tidak dapat langsung dirontgen, harus diperiksa dulu. Setelah bertanya harga dan melapor kepada pak bos, aku pun mengiyakan untuk diperiksa lebih dulu.

Sebelum ke RSH tadi, aku sempat takut kalau-kalau akan bertemu ular. Ternyata ketakutanku hanya ketakutan semata. Sebab pagi tadi hanya ada kucing dan anjing yang tengah menunggu antrean bersama pemiliknya. Belasan menit kemudian, nama Kumako dipanggil. Sebelum dilakukan pemeriksaan, Kumako ditimbang lebih dahulu, ternyata berat badannya baru 0,35 kg.


"Mbak, ini dada kucingnya gepeng. Apalagi kalau dilihat dari kakinya, dia kena swimmer syndrome." Aku termangu. Terlebih ketika sang dokter memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai penyakit tersebut dan kondisi Kumako.


Menurut sang dokter dan jurnal yang kubaca, swimmer syndrome adalah gangguan perkembangan pada fungsi motorik yang menyebabkan sulit untuk melakukan gerakan fisik, seperti berjalan dan berdiri. Swimmer syndrome banyak terjadi pada anjing, dan jarang terjadi pada kucing. Mungkin benar dokter koass di klinik kemarin kalau Kumako itu "spesial". Entah karena setelah lahir ketindihan atau memang sudah bermasalah dalam kandungan sehingga kondisi kaki depan Kumako seperti itu (terlihat direnggangkan terlalu lebar). Efeknya ketika Kumako sudah satu bulan ini, kaki belakangnya ikut terganggu seperti kaki depannya. Pun jika Kumako terus-menerus berjalan seperti merayap hingga besar, akan berdampak pada kondisi paru-parunya. Apalagi sekarang usia Kumako sudah satu bulan, perkembangannya sudah cukup terganggu. 

Sang dokter terus menjelaskan sembari meluruskan kedua pasang kaki Kumako secara paksa. Aku begitu jerih melihatnya, sebab dia menjerit dan terlihat begitu kesakitan. Namun, sang dokter sempat bergurau ke Kumako, "masak kamu mau diginiin (diluruskan secara paksa kedua pasang kakinya) terus ya Dek?" Sang dokter mengatakan kalau terapi yang dilakukan kepada anjing yang mengalami swimmer syndrome itu dengan cara berenang. Karena Kumako itu kucing, yang notabene kurang bersahabat dengan air, akhirnya sang dokter memberi terapi yang lain. Terapinya dengan cara memperban kedua kaki Kumako bagian depan dan kedua kaki Kumako bagian belakang. Sang dokter tidak memberitahu secara pasti kaki Kumako akan diperban, Beliau hanya berujar, "sampai sembuh seperti saudaranya." Namun, beberapa hari sekali perban tersebut diganti dengan yang baru dan dilihat bengkk atau tidak. Pun Kumako disarankan untuk menyusu sendirian, tidak bersama saudara-saudaranya agar tidak ketindihan.

Sepanjang perjalanan pulang aku mencari informasi tentang swimmer syndrome tersebut. Dan ternyata memang penyakit tersebut kebanyakan dialami anjing. Pun sesampainya di kantor, aku tidak tega melihat Kumako yang terus menggeliat. Dan terus mengeong menahan sakit serta kebebasan berjalannya tiba-tiba dirampas olehku dan para dokter yang tadi memeriksa ketika aku memasang kembali perban yang seringkali terlepas. Setiap kali memasang kembali perban tersebut aku berusaha menenangkan Kumako dan mengatakan, "Gak papa ya dek, untuk kesembuhanmu. Semoga lekas sembuh ya."

1 comment:

  1. Hai, boleh tau skr perkembangannya gmn? Diperbanin gtu nya brp lama yaa?

    ReplyDelete

Powered by Blogger.