Kubah: Kisah Bekas Tahanan Politik



Hari ke #181

Judul: Kubah
Penulis: Ahmad Tohari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2015
Jumlah Halaman: 211

"Takdir Tuhan adalah hal yang paling baik bagimu, betapapun getir rasanya. Bertakwa kepada-Nya akan membuat segala penderitaan ringan." (halaman 130)

Hal yang menarik ketika membaca buku yang berlatar masa orde lama dan orde baru. Seperti kebanyakan buku karangan Ahmad Tohari yang berlatar masa orde lama dan orde baru. Pun kental akan budaya lokalnya. Salah satunya novel berjudul Kubah yang dicetak ulang oleh GPU pada tahun 1995.

Novel Kubah memiliki alur campuran. Di awal, novel ini bercerita tentang Karman, eks anggota partai komunis yang baru saja bebas dari tahanan di Pulau Buru. Setelah 12 tahun menjadi tahanan politik, ketakutan dan kebingungan menyergap dirinya. Bingung harus ke mana sebab takut keluarga dan masyarakat tidak menerimanya. Apalagi setelah lima tahun menjadi tahanan politik, Marni--istrinya--meminta cerai dan mengikhlaskan dirinya untuk menikah dengan lelaki lain. Namun, Karman memutuskan terus melangkap dengan takut-takut.

Memasuki bab tiga, novel Kubah bercerita tentang masa kecil Karman yang seorang yatim. Untuk menghidupi dirinya serta ibu dan adiknya, dia mengambil singkong dan ubi dari ladang milik orang lain. Setelah dua tahun lamanya, sesekali dia dapat makan nasi dari bermain bersama Rifah, putri Haji Bakir. Tanpa Karman duga, kedekatannya dengan Rifah sejak kecil akan menumbuhkan perasaan di hatinya ketika mereka beranjak dewasa. Sayangnya, ketika mereka berdua sudah berusia 20an, Rifah sudah dilamar oleh orang lain.

Patah hati serta kebutuhan akan pekerjaan yang dirasakan Karman menjadi senjata utama bagi Margo--kader partai komunis--untuk menggaet Karman menjadi bagian dari partai komunis. Mula-mula Margo meminta Triman untuk membantunya. Triman yang berpura-pura menjadi anggota Partindo ini mulai meluncurkan aksinya dengan mendatangi rumah Hasyim, pamannya Karman. Penawaran kerja di kantor kecamatan ternyata membuat Hasyim tergiur hingga rela menawarkan pekerjaan tersebut kepada keponakannya. Setelah aksi pertama berhasil dilakukan, Margo dan Triman melakukan aksi yang kedua dengan mendoktrin Karman tentang segala hal buruk tentang Haji Bakir. Mula-mula Karman hanya membenci, tetapi lama-kelamaan dia mulai menjauhi segala hal tentang Haji Bakir. Termasuk meninggalkan salat berjamaah di masjid hingga lama-kelamaan Karman sudah tidak lagi bersembahyang.

Membaca novel Kubah terasa seru sekaligus jerih. Setiap halamannya, pembaca diajak untuk masuk ke dalam cerita, ikut merasakan suasana tahun 1950an-1970an. Betapa sulitnya kehidupan zaman itu, ketika harga kebutuhan pokok begitu melambung. Membuat setiap orang harus berusaha keras, mengusahakan berbagai macam cara untuk menyambung hidup. Seperti yang dilakukan ayahnya Karman yang menukar satu setengah hektar sawah yang dimiliki dengan berkuintal beras. Selain itu, dari membaca novel ini, pembaca diberi gambaran tenang strategi partai komunis dalam menggaet calon anggotanya. Kelemahan dan permasalahan seseorang ternyata menjadi senjata utamanya. Baru setelah itu, mereka mendoktrin tentang "nilai-nilai" komunis, seperti teori pertentangan kelas. Hal yang menarik dalam novel ini, yaitu para anggota partai komunis begitu loyal kepada calon anggotanya dengan cara memberikan dan meminjamkan buku-buku yang wajib dibaca calon anggota. Bahkan hingga membuat calon anggotanya lupa akan agama dan Tuhannya, sebab bagi para anggota partai komunis, agama adalah candu bagi para pemeluknya.

Meski tidak melabeli diri sebagai novel islami, tetapi Kubah kaya akan nilai keislamanan. Seperti kekecewaan Karman terhadap Haji Bakir ternyata dapat membuat Karman lupa akan masjid, lupa akan sembahyang, dan lupa akan Tuhan. Selain bercerita tentang kisah Karman sebagai tahanan politik, pada dasarnya novel ini menceritakan perjalanan menemukan jiwanya yang hilang, menemukan kembali Tuhan dalam dirinya. Terlebih ketika Karman merasakan betapa mudahnya masyarakat Pegaten untuk menerimanya kembali. Bahkan tidak mengungkit masa lalu Karman yang menjadi anggota partai komunis. Pun ketika meminta maaf kepada Haji Bakir, betapa terharu dirinya sebab Haji Bakir menerima maafnya. Karman pun sadar bahwa penilaiannya dulu tentang Haji Bakir yang dianggap kelompok penindas itu keliru. 

No comments:

Powered by Blogger.