Kado Spesial untuk Pencinta Musik: Pandangan Islam tentang Musik



Hari ke #153

Judul: Kado Spesial untuk Pencinta Musik
Penulis: Dody Yudho Utomo
Penerbit: Muslim Sunnah Press
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 48

"Barangsiapa memiliki pola hidup tertentu, dia akan meninggal seperti itu."

Sesuai dengan namanya, buku "Kado Spesial untuk Pecinta Musik" ini berisi tentang pandangan Islam terhadap musik. Sebelum membahas, terlebih dahulu sang penulis mengajak pembaca untuk mengenali diri. Bahwasanya Allah adalah raja, dan manusia adalah hamba-Nya. Jadi, setiap manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, taat dan tunduk akan perintah-Nya, serta menjauhi larangannya.

Membaca daftar isi buku ini saja, pembaca sudah dapat menebak mengenai pandangan Islam yang cenderung mengharamkan musik. Terlebih ketika penulis menyodorkan berbagai dalil dan pendapat para ulama terdahulu yang memang mengharamkan musik. Dalam buku ini pun menekankan tentang lebih pentingnya membaca Alquran atau mendengar murotal dibanding bernyanyi, mendengarkan atau memainkan musik. Sebab musik cenderung membawa penikmatnya kepada ketidakbermanfaatan dan melenakan penikmatnya. Selain itu, lirik-lirik dalam lagu cenderung berlirik negatif, seperti membuat pendengar sedih dan galau. Bahkan bisa membuat pendengarnya menangis.

Padahal sebenarnya, terlepas dari musik yang didengarnya, kondisi emosi pendengar tersebut baik-baik saja, tidak sedih ataupun galau. Sayangnya, jarang sekali manusia yang hatinya bergejolak ataupun menangis ketika mendengar lantunan ayat Alquran. Pun ketika konser musik digelar, manusia berbondong-bondong untuk berdiri atau duduk di bagian depan. Sebaliknya, ketika salat berjamaah, banyak manusia yang cenderung berdiri di saf paling belakang.

Membaca buku ini membuatku merasa tersindir. Sebab sampai sekarang masih suka mendengarkan musik. Padahal sebelum membaca buku ini, aku sudah menyadari bahwa musik itu begitu menyesakkan, meski sebenarnya kondisi emosi kita sedang baik. Membaca buku ini pun menggetarkanku. Sebab dalam buku ini diceritakan dua kisah yang berbeda tentang musik dan Alquran.

Kisah yang pertama bercerita tentang J, seorang pemuda muslim asal Mesir yang tidak taat beribadah. Bahkan dia suka sekali pergi ke diskotik. Suatu ketika, sepulang dari diskotik dia memutar sebuah lagu sembari bersenandung "I will survive I will survive, yeah yeah". Nahas, ketika dalam perjalanan tersebut dia mengalami kecelakaan. Pun setibanya di rumah sakit, kondisi J terlihat sudah berada dalam keadaan sakaratul maut. Keluarga J pun membisikkan kalimat syahadat ke telinganya. Alih-alih mengucap syahadat, yang terucap dari mulut J adalah "I will survive I will survive, yeah yeah".

Kisah kedua pun tentang seseorang yang mengalami sakaratul maut karena kecelakaan. Bedanya, tokoh kedua ini melantunkan ayat Alquran ketika orang-orang membawanya menuju rumah sakit. Bukan hanya dia juga mengacungkan jari telunjuknya ke langit serta mengucap syahadat dengan sendirinya. Melihat kedua kisah tersebut seakan menyadarkan manusia bahwa cara meninggal ketika kebanyakan bergantung pada kebiasaan kita. Jika kita terbiasa melantunkan atau mendengar ayat Alquran, ketika meninggal kita lebih mudah untuk mengucap syahadat.

Selain hal positif tersebut, kekurangan dalam buku ini yaitu dari awal hingga akhir buku penulis hanya mengambil satu hukum untuk musik, yaitu haram. Mungkin karena buku ini tipis sehingga pembahasannya kurang mendalam. Padahal dalam satu kajian Ustadz Adi Hidayat mengenai musik, Beliau mengatakan bahwa sebelum mengharamkan musik, terlebih dahulu dilihat definisinya, dalilnya, peristiwanya, pendapat para ulama, tarjihnya, baru kesimpulannya. Sebaliknya, dalam buku ini, tidak melihat sisi positif dari musik. Sebab zaman Rasulullah dulu orang bersyair dengan diiringi musik itu tidak dilarang. Bahkan Rasulullah pernah meminta dibacakan sebuah syair yang dilantunkan Hassan bin Tsabit, penyair terbaik masa itu. Hal-hal yang diharamkan terkait musik yaitu ketika musik itu melenakan penikmatnya serta melalaikan penikmatnya dari Allah. Serta alat-alat musik zaman Rasulullah dulu sering dijadikan alat untuk mengiringi kemaksiatan. Hukum musik bahkan bisa saja sunah ketika hanya dengan musik, seseorang "dapat menerima" hidayah. Seperti salah seorang musisi Kanada yang memutuskan pindah ke agama Islam karena mendengar sebuah lagu yang berlirik positif. Namun, aku sangat setuju bahwa lebih baik memperbanyak membaca dan mendengarkan ayat Alquran dibanding bernyanyi atau memainkan musik. Sebab Alquran lah yang dapat menolong kita di akhirat nanti, bukan musik.

No comments:

Powered by Blogger.