Sebuah Notula: Rezeki dan Penjagaan Allah dari Tipu Daya Dunia



Hari ke #143

"Sesungguhnya Allah menjaga orang mukmin dari tipu daya dunia." (Rasulullah SAW)

Begitu banyak karunia yang Allah berikan kepada kita. Namun, karunia terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya--terlebih kepada orang yang beriman--adalah penjagaan dari tipu daya dunia. Sebab Allah ingin hati hamba-Nya tidak berpaling dari-Nya.

Allah melindungi hamba-Nya dari tipu daya dunia dengan beberapa cara. Seperti menjadikan seseorang memiliki rasa zuhud yang begitu kuat terhadap dunia. Menjadikannya tidak tertarik terhadap dunia. Bahkan sekalipun tertarik, orang tersebut akan dipalingkan dari tipu daya dunia sehingga hatinya pun begitu bersih.

Orang-orang yang memiliki kebersihan hati ini, ketika "dunia datang" kepadanya, dia akan merasa sedih. Namun, ketika kefakiran yang datang, dia justru merasa senang. Sebab, ketika "dunia datang" kepadanya, ketika Allah memudahkan dan melebihkan rezekinya, dia takut akan menjadi kufur, malas. Sebab, ketika dalam kekurangan manusia lebih mudah untuk sabar dan pada dasarnya manusia sulit menahan syahwatnya untuk memiliki sesuatu. Pun belum tentu kemudahan tersebut menjadikannya bergegas berbuat kebaikan. Sehingga orang-orang (saleh) merasa takut diberi kemudahan rezeki karena takut hal itu justru menjadi penghambat melakukan kebaikan. Bahkan, dahulu, ada sahabat Rasulullah yang enggan untuk salat berjamaah tersebab disibukkan oleh hartanya. Padahal sebelum Allah menjadikannya kaya, dia begitu rajin salat berjamaah.

Allah sendiri pun mengatakan, "...tipu daya-Ku sangat kuat." Dan manusia begitu mudahnya tertipu oleh kemudahan rezeki, kelimpahan harta. Padahal rezeki itu ada dua macam, yaitu rezeki barokah dan rezeki tidak barokah (rezeki laknat). Rezeki barokah yaitu ketika menjadikan pemiliknya dekat kepada Allah dan dimudahkan kepada kebaikan. Sementara rezeki laknat yaitu ketika menjadikan pemiliknya merasa takut akan kehilangan harta yang dimilikinya. Pun menyibukkan pemiliknya akan rezeki yang dimilikinya sehingga tidak dapat berbuat kebaikan. Bahkan terkadang tidak peduli rezeki tersebut didapat dengan cara halal atau haram.

Jadi, perlu diselisik kembali apakah harta yang kita menjadikan kita dekat kepada-Nya? Menjadikan kita lebih bersyukur kepada-Nya? Ataukah sebaliknya?

Sumber: catatan kajian kitab menjelang berbuka di Masjid Al-Fath, Seturan tanggal 21 Mei 2018

No comments:

Powered by Blogger.