Pembicaraan Tentang Perempuan dan Alquran




Hari ke #146

Siang kemarin, sewaktu menjaga @perpustakaanbaitulhikmah ada sebuah pembicaraan menarik yang terjadi. Sebuah pembicaraan di tengah rasa kantuk yang melanda, terlebih kala itu baru beberapa pengunjung yang datang.

Siang itu, ada seorang pengunjung perempuan yang tengah mencari referensi terkait hukum murojaah dan menghafal Alquran bagi perempuan yang sedang haid. Ada dua buku yang dia ambil sebagai rujukan. Sebab tiap mazhab dan ulama memiliki pandangan yang berbeda. Dia pun terlihat begitu serius hingga beberapa saat setelahnya dia bertanya kepada kami--para pengurus dan seorang pengunjung perpus. Beberapa saat kemudian terciptalah suasana diskusi mengenai hal tersebut. Sampai akhirnya perempuan itu terlihat seperti menemukan jawabannya. Ketika salah seorang pengurus--laki-laki--memberi jawaban dari video yang dia tonton. Bahwa murojaah itu dibolehkan dengan cara mendengar murotal atau menuliskannya. Namun, yang dilarang adalah melafazkannya atau mengucapnya secara lisan maupun hati.

Hal yang menarik dari pencarian perempuan tersebut bukan hanya mengenai pertanyaan "apakah boleh perempuan yang sedang berhalangan murojaah hafalannya?". Namun, juga pernyataannya (sekaligus pertanyaannya), "Kenapa ya perempuan lebih sering mempermasalahkan (dan mengkhawatirkan) tidak diperbolehkan membaca Alquran dibanding diharamkan salat?" Mendengar pernyataan (sekaligus pertanyaan) itu aku jadi baru kepikiran akan hal tersebut. Ternyata memang banyak perempuan--pun aku--yang merasa khawatir dan sedih ketika berhalangan sehingga tidak dibolehkan untuk membaca Alquran. Namun, jarang sekali bahkan mungkin belum pernah khawatir dan sedih ketika tidak diwajibkan untuk salat. Padahal salat merupakan ibadah yang lebih wajib dibanding membaca Alquran. Mungkin karena kita merasa kehilangan beberapa amalan ketika sedang berhalangan. Bukan hanya salat, tetapi juga membaca Alquran.

No comments:

Powered by Blogger.