Melawan Takut

Friday, September 21, 2018


Hari ke #264

Seorang kawan pernah mengatakan bahwa tidak selamanya penulis berada di balik layar. Sebab, ketika menjadi penulis nanti, ada kalanya kita menjadi orang yang berbicara di atas panggung. Entah menyampaikan materi atau sekadar berbagi tentang kepenulisan. Meski dalam sebuah blurb buku, seorang penulis mengatakan bahwa tidak semua penulis mampu mengajarkan tentang kepenulisan dengan baik.

Apalagi bagiku, yang sangat gugup ketika akan dan sedang berada di tengah kerumunan orang. Apalagi menjadi pusat perhatian mereka. Serasa mati kutu, bergeming. Sekejap lidah terasa kelu. Ingin mengucap kata, tapi tidak suara yang keluar. Rasa takut kian menjalar. Namun, keadaanlah yang memaksaku untuk mengucap kata. Alih-alih membuat mereka semakin menerka, "kenapa orang ini diam saja?" Meski mereka tidak tahu--entah pura-pura atau sungguhan tidak tahu--kalau sedari tadi aku sedang melawan rasa takut.

Dan memang, sepertinya, satu-satunya cara efektif untuk menghilangkan ketakutan adalah dengan melawannya. Memaksakan diri. Jika takut berbicara di depan orang, paksalah untuk bicara. Meski tetap terasa gugupnya. Pun setiap berbagi ilmu dan pengalaman dengan orang lain, hal paling kutakutan adalah tidak dapat melakukan apa yang kusampaikan kepada mereka. Serasa ada beban di pundak yang sedang berujar, "kalau kamu bisa mengatakan itu kepada orang lain, seharusnya kamu bisa melakukan apa yang kamu katakan tersebut."

No comments:

Powered by Blogger.