Kehabisan Gas

Thursday, September 27, 2018


Hari ke #269

Banyak hal yang kupelajari setelah menikah. Satu di antaranya yaitu tentang dunia per-gas-an. Dan beberapa hari ini kami merasa khawatir jika kami kehabisan gas saat dini atau subuh hari. Mungkin ini akibat gas yang habis ketika adzan subuh berkumandang, tepat ketika kami sedang menggoreng omelet. Akibatnya, sejak hari Minggu kemarin, tiap akan, sedang, dan usai memasak, kami selalu melihat indikator gas. Kekhawatiran itu kian terasa di hari Senin dan Selasa. Bahkan kami berencana untuk "buang-buang gas". Memperintens kegiatan memasak kami. Entah untuk menyangrai kacang, membuat kulit terang bulan, atau merebus mie. Ternyata, sampai hari Selasa malam, indikator gas masih di warna biru, cukup jauh dari warna merah. Ada kelegaan sekaligus kekhawatiran yang melanda kami.

Ketika kemarin, hari Rabu tiba, tepat sepekan kami membeli gas, aku menduga kalau gasnya akan habis di hari itu. Dan lagi-lagi, ketika kami akan menggoreng omelet kloter keempat, ketika adzan subuh berkumandang, tiba-tiba terdengar, "beep...beep...beep!" Api dalam kompor itu pun mati. Gas kami habis, tepat sepekan kami menggantinya.

Tidak seperti sepekan lalu yang kami kelabakan karena gas habis, pekan ini kami lebih tenang dan terburu-buru mencari gas untuk melanjutkan memasak. Mungkin karena belajar dari pengalaman sehingga lebih mempersiapkan diri. Baru usai mengantar omelet dan terang bulan ke beberapa lapak, Mas mulai mencari gas. Namun, tidak langsung mendapatkannya. Bahkan ketika di salah satu tempat kami sudah memesannya sejak pagi. Menanti hingga siang, sore, dan malam tidak kunjung ada jawabannya. Ternyata belum ada kiriman gas di warung tersebut. Pun di tempat lain.

Kalau kata salah seorang penjual, sudah sejak sebulan lalu stok gas elpiji 3 kg kosong. Katanya, kekosongan tersebut karena pemerintah ingin masyarakat tidak lagi menggunakan gas elpiji 3 kg, tetapi bright gas berwarna pink yang tentunya tidak bersubsidi. Menurutku, cara ini serupa ketika pemerintah meminta masyarakat untuk beralih dari minyak tanah ke gas elpiji 3 kg. Caranya sama-sama "dibuat langka" sehingga mau tidak mau masyarakat akan membeli bright gas. Jika dulu meminta untuk beralih ke gas elpiji 3 kg. Lalu setelah beralih ke gas elpiji 3 kg, diminta kembali beralih ke bright gas. Mungkin beberapa tahun lagi masyarakat diminta untuk beralih ke gas-gas yang lain.

No comments:

Powered by Blogger.