Sebuah Notula: Menyelami Makna Surat Al-Fatihah





Hari ke #312
 
Di suatu video di YouTube, ada sebuah percakapan sindiran. Percakapan tentang seseorang yang membaca Alquran tapi ketika ada orang yang bertanya apa arti ayat yang dibacanya, dia tidak tahu artinya. Lalu seorang netizen berkomentar di video tersebut "buat apa baca Alquran kalau tidak tahu artinya".
 
Membaca komentar seperti itu rasanya agak bagaimana. Sebab, menurutku, kalau kita baca saja belum tentu tahu artinya, apalagi jika tidak membacanya. Jadi, lebih baik membacanya. Dan kajian Jelajah Quran kemarin sore semakin menguatkan pendapatku bahwa lebih baik membaca Alquran meski kita belum memahami artinya. Karena dari membaca itu akan menumbuhkan kecintaan terhadap Alquran sehingga kita akan penasaran dengan makna setiap ayat yang dibaca.
 
Senin kemarin dan pekan lalu, Jelajah Quran membahas tentang Kesimetrisan Al-Fatihah. Mengawali materi, mba Tika Faiza mengatakan kalau ada tiga kitab utama yang diturunkan oleh Allah, yaitu Taurat, Injil, dan Alquran. Dari tiga kitab tersebut, intinya pada Alquran. Dalam Alquran, dari 114, intinya hanya pada surat Al-Fatihah. Dan dari tujuh ayat surat Al-Fatihah tersebut, intinya pada ayat kelima (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ). Sebelum mengulas per ayatnya, mba Iza membahas  keseluruhan inti ayat-ayat surat Al-Fatihah karena ternyata pembahasan pekan lalu belum spesifik membahas per ayatnya.
 
Secara keseluruhan inti ayat pertama hingga keempat, merupakan cara Allah untuk memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-Nya. Ayat pertama, Allah ingin menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa segala permulaan itu harus diawali basmalah. Ayat kedua, Allah ingin memperkenalkan diri-Nya yang penuh cinta kepada hamba-Nya. Lalu di ayat ketiga, Allah tidak ingin cinta yang diberikan membuat manusia "aleman" atau manja. Sebab dalam ilmu Psikologi, ketika manusia kelebihan cinta, mereka akan cenderung menjadi “aleman”. Namun, Allah tidak ingin manusia menjadi seperti itu karena cinta yang telah dilimpahkan-Nya.
 
Ayat keempat, Allah ingin menyampaikan bahwa segala yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan nanti di hari akhir. Sementara itu, ayat kelima berisi tentang penegasan bahwa hanya Allah yang patut disembah. Dan di hari akhir, Allah akan bertanya apakah hanya Allah yang kita sembah? Sebab, tanpa disadari, terkadang manusia menghamba kepada yang lain meski salatnya selalu berujar إِيَّاكَ نَعْبُدُ . Contohnya mengamba kepada hawa nafsu. Padahal seburuk-buruk gelar manusia adalah menjadi hamba hawa nafsu. Dan sebaik-baik gelar untuk manusia adalah menjadi hamba-Nya Allah.
 
Lalu di  ayat keenam, berisi doa yang keren (اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ). Sebuah doa untuk menguatkan keistikamahan kita dalam melakukan kebaikan. Pun ketika berdoa, jangan lupa untuk menghadirkan wajah orang-orang yang kita sayangi. Nantinya, keistikamahan seseorang dalam kebaikan itu terlihat dari sikap dan perilakunya. Setidaknya, ada dua ciri-ciri orang yang berhasil menapaki tangga keistikamahan. Pertama, menjadi orang yang bijak. Sebab, orang yang bijak akan melihat sesuatu dari sudut pandang yang luas. Jika orang lain, hanya dapat melihat dari sudut pandang lantai 2, orang yang bijak dapat melihat dari sudut pandang lantai belasan. Jadi, mereka cenderung tidak mengeluh oleh keadaan. Kedua, meninggalkan kecintaan dunia karena mereka sudah merasakan nikmatnya berbuat kebaikan.
 
Jika dipahami per ayatnya, ayat pertama surat Al-Fatihah, keseluruhan ayatnya berisi pesan Allah bahwa Dia ingin menunjukkan kasih sayang yang begitu besar kepada hamba-Nya. Secara struktur penulisannya, kata “basmalah” dalam surat Al-Fatihah berbeda dengan dalam surat Al-Alaq ayat pertama, surat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Fatihah, kata “bismi” menggunakan kata sementara dalam surat Al-‘Alaq menggunakan kata بِاسْمِ. Perbedaan tersebut terletak pada, ada-tidaknya huruf ا (alif) dalam dua ayat di dua surat berbeda tersebut. Dan kata bismi yang menggunakan alif memang hanya ada di surat Al-‘Alaq ayat satu tersebut. Sebab, saat ayat tersebut diturunkan, kondisi umat Nabi Muhammad SAW begitu memprihatinkan, seperti minum khamr dan menyembah berhala. Hal tersebut membuat Beliau begitu resah. Dan penggunaan alif tersebut menunjukkan bahwa Beliau mempunyai hati yang bersih. Begitupun seharusnya umat muslim. Sebab, orang yang hatinya bersih akan peka oleh keadaan. Pun merasa resah jika orang-orang sekitar berbuat salah. Sebaliknya, jika kita tidak merasa demikian, mungkin hati kita tidak bersih. Penggunaan alif tersebut juga untuk mengenang titik tolak pertama peradaban Islam akan lahir.
 
Begitu huruf alif di kata “bismi” dalam surat Al-Fatihah dihilangkan, maknanya Allah ingin kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya itu datang tanpa menunggu jeda waktu yang lama. Seperti ketika mengucap basmalah sebelum kita melakukan sesuatu, Allah ingin memendekkan masa tunggu kita untuk mengharap rahmat-Nya. Dari surat pertama Al-Fatihah saja kita menjadi tahu bagaimana besarnya kasih sayang Allah. Ibnu Al-Qayyim bahkan pernah mengatakan, “kalau engkau tahu bagaimana Allah mengatur kehidupanmu, engkau pasti akan meleleh.” Salah satu yang Allah atur dalam kehidupan kita adalah hadirnya Alquran. Seperti dengan memahami struktur bacaan basmalah yang ingin menunjukkan betapa besarnya kasih sayang Allah. Sebab Allah akan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada siapapun, tanpa terkecuali.
 
Lalu di ayat kedua, kata “alhamdu” jika diurai akan menjadi اَل+ حَمْدُ. Kata alif dan lam menunjukkan makna seluruhnya atau semaunya. Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada siapapun yang dapat dipuji kecuali Allah. Dengan demikian, ketika mengucap hamdalah ketika mendapat keberhasilan atau pujian, kita harus mengembalikannya kepada Allah. Dalam ayat ini juga Allah ingin mengingatkan hamba-Nya untuk selalu tawadhu bahwa yang berhak dipuji itu Allah. Kata alhamdulillah itu mengajarkan kita untuk membersihkan hati, bahwa hanya Allah satu-satunya yang harus dipuji atas kebaikan hidup, atas apapun yang terjadi. Ada dua makna “alhamdu”. Pertama, berisi informasi, sebuah pemberitahuan bahwa segala puji hanya bagi Allah. Makna kedua merupakan ekspresi kita ketika mendapat kebaikan.
 
Meski hanya beberapa ayat yang dibahas, tetapi membuatku secara pribadi merinding. Mengetahui betapa cinta-Nya Allah kepada hamba-Nya. Dan Jelajah Quran kemarin benar-benar menyadarkanku bahwa membaca Alquran memang harus dipahami ayatnya, bukan sekadar dibaca. Sekaligus membuatku merasa malu bahwa seringkali diri ini hanya sekadar membaca. Namun, berkat itu, aku jadi ingin memahami ayat-ayat Alquran dengan baik.

No comments:

Powered by Blogger.