Tentang Resepsi Pernikahan



Hari ke #329

Setiap kali mendapat kabar tentang pernikahan atau mendatangi pernikahan seorang kawan atau saudara, tiba-tiba teringat akan pernikahanku dengan Mas yang terjadi hampir empat bulan lalu. Setiap mengingat itu, selalu tidak menyangka bahwa saat ini statusku telah berganti. Aku jadi teringat betapa saat itu kami masih begitu canggung untuk berbincang. Namun, seiring bergantinya hari, kecanggungan itu kian mereda.

Jika mengingat kembali hari pernikahan kami, terutama memori tentang resepsi, mungkin sesuatu yang membahagiakan sekaligus melelahkan. Sebab, saat itu kami harus berdiri di atas pelaminan. Menyalami setiap tamu undangan. Sembari merekahkan senyuman meski semakin siang kami mulai merasa lelah. Ketika baru saja duduk di kursi pelaminan, sekejap kemudian ada tamu undangan yang datang. Aku ingat sekali saat itu Mas mengatakan, "capek juga ya senyum tersebut." Aku hanya menjawab dengan senyum yang sangat canggung.

Kini, setelah hampir empat bulan menjalani biduk rumah tangga, ada rasa bahagia ketika ada kawan yang telah berpacaran lalu akhirnya menikah. Pun salut dengan kawan yang tidak berpacaran lalu diam-diam menyebar undangan. Kesalutan yang membuahkan rasa penasaran akan pertemuan dia dengan sang calon teman hidup. Selain itu, ketika datang ke resepsi, aku jadi menyadari hal penting selain "melalui cara apa seseorang dapat mengenal calonnya", yaitu resepsi pernikahan. Menurutku berbagai proses menuju pernikahan, termasuk resepsi pernikahan, merupakan suatu cara mendapat keberkahan dalam pernikahan.

Setelah menikah, aku baru memahami bahwa resepsi pernikahan merupakan hal yang cukup penting. Terlebih bagi orang tua. Saking merasa senang anaknya akan menikah, sebagian besar tamu undangan merupakan teman-teman para orang tua. Selain itu juga, dalam banyak kasus, kemauan kita dengan orang tua cenderung berbeda dalam menentuk konsep resepsi pernikahan. Seperti orang tua ingin yang mewah, kita ingin yang sederhana, pun sebaliknya. Terkadang juga kita ingin menerapkan konsep resepsi pernikahan yang syari, tetapi orang tua kurang setuju, pun sebaliknya. Jadi, jika ingin menerapkan konsep resepsi pernikahan yang sesuai dengan ketentuan dan kita tahu bahwa orang tua tidak langsung menyetujuinya, sebaiknya kita membicarakan hal tersebut jauh-jauh hari. Bukan saat beberapa minggu menjelang pernikahan. Bahkan kalau perlu dibicarakan sebelum ada calon teman hidup kita.

Hal lainnya yang berkaitan dengan konsep resepsi pernikahan tersebut yaitu siapa panitia yang ikut membantu resepsi pernikahan. Terkadang ada resepsi pernikahan yang panitianya dari keluarga sendiri, tetapi ada juga yang menggunakan jasa WO (wedding organizer). Kalau kuamati, kebanyakan yang menggunakan WO adalah orang-orang yang menyelenggarakan pernikahannya di gedung. Kami sendiri kemarin tidak menggunakan WO, melainkan dari keluarga sendiri. Panitianya pun dibentuk oleh Bapak. Mulai dari penanggung jawab, ketua sampai pihak keamanan. Itu kenapa aku merasa terharu setiap mengingatnya. Sebab, ada banyak tangan yang ikut terlibat dalam pernikahanku. Sesuatu yang sangat kusyukuri hingga saat ini dan kapanpun, terlebih ketika teringat kembali memori tentang hari pernikahan kami.

Setelah menikah dan mengamati resepsi pernikahan kawan dan saudara, menurutku menggunakan WO atau tidak masing-masing ada plus dan minusnya. Kelebihan menggunakan WO mungkin (kalau kulihat), keluarga inti dan keluarga besar kita tidak banyak terlibat ke dalam teknis acara. Tidak perlu memikirkan siapa yang akan berada di bagian dapur, siapa yang mencuci, siapa yang akan menyiapkan akomodasi, pun siapa yang akan menjadi seksi wira-wiri jika ada saus yang habis atau paperbag kurang. Mungkin keluarga hanya berada di bagian penerima tamu. Berbeda halnya jika yang membantu penyelenggaraan resepsi kita itu dari keluarga. Segala teknis resepsi pernikahan akan dibantu oleh keluarga. Aku sangat bersyukur memiliki Bapak yang organisatoris sehingga begitu apik membentuk kepanitiaan dan mengawasinya sampai akhir. Kelebihan yang kurasakan dari panitia yang berasal dari keluarga yaitu terlihat siapa saja yang begitu ringan tangan membantu. Dan ternyata sangat banyak yang membantu dan membuatku terharu. Pun dari situ juga dapat menyatukan keluarga yang mungkin sedang ada cekcok. Apalagi sebelum akad dan resepsi, tetangga sekitar sudah mulai berdatangan untuk kondangan di pernikahan kami. Jadi, dengan adanya panitia dari keluarga, kami menjadi terbantu sekali.

Meski masing-masing memiliki kelebihan, dari segi biaya, menurutku menyelenggarakan resepsi pernikahan dengan menggunakan WO cenderung lebih mahal dibanding jika dibantu keluarga. Namun, mengenai biaya, bergantung kembali kepada kemampuan masing-masing orang. Asal hal tersebut bukan sesuatu yang berlebihan. Kalau kata seorang kawan yang mengingatkanku ketika aku akan menikah, indikator berlebihan tersebut adalah jika kita tidak sampai berutang untuk menyelenggarakan resepsi. Pun jangan sampai karena menyelenggarakan resepsi pernikahan yang begitu mewah, usai pernikahan malah kita kebingungan dalam memikirkan biaya hidup.

No comments:

Powered by Blogger.