Menikah Karena Mencintainya?

Saturday, January 02, 2021




Kelas FWMP sesi FWP pekan lalu mengingatkanku bahwa cinta seharusnya memang bukanlah faktor utama dalam memilih pasangan dan menikah. Namun, sebelum menikah, aku juga sempat berpikir bahwa menikah itu ya harus karena cinta. Setelah aku mengajukan cv taaruf dan memulai segala prosesnya, ternyata cinta bukanlah alasan utama dan mutlak ketika menerima atau memilih seseorang. Ternyata ada yang lebih penting dari cinta, yaitu agama dan satu visi misi dalam pernikahan.

Mengenai cinta, ada satu buku yang membahas segala macam tentang cinta, yaitu "Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu". Dalam buku ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa  ada berbagai macam istilah cinta. Dari mulai mencintai benda (intifa) hingga mencintai Allah (at-tatayyum). Dari mulai cinta yang membuat gila (al-junun), cinta yang memabukkan (al-ghamarat), hingga cinta yang membuat kita menghamba kepada Allah (at-ta'abbud). Kalau di zaman sekarang, cinta yang memabukkan itu mungkin disebut dengan bucin atau budak cinta. Ketika kita begitu mencintainya dengan sangat hingga melalaikan kita kepada Sang Maha.

Dalam sebuah obrolan, Mas pernah berkata bahwa dalam Islam mencintai seseorang itu boleh dan  tidak dijatuhi hukuman apapun. Sebab, mencintai memang fitrahnya seorang manusia. Dengan catatan, rasa cinta itu tidak membuat kita lalai kepada Sang Maha Cinta. Namun, ketika kita sudah mengungkapkannya kepada orang yang dicintai, tentu akan dijatuhi hukum fikihnya. Apakah caranya halal atau haram? Apakah mengungkapkan cinta untuk mengajak pacaran? Atau mengungkapkan cinta lalu mendatangi orang tuanya (biasanya laki-laki)? Namun, jangan jadikan cinta sebagai alasan utama untuk menikah dengannya.

Mengapa demikian? Karena hati kita itu berada di dua jemarinya Allah. Hal itu membuat hati kita itu mudah terbolak-balik sehingga cinta kita kepada orang lain bisa berubah-ubah dengan cepat.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Ummu Salamah! Tidaklah ada seorang anak adam melainkan hatinya terletak di antara dua jari dari jari-jemari Allah, siapa yang Dia kehendaki lurus, maka Dia akan meluruskannya, dan siapa yang dia kehendaki akan menyimpang, maka dia akan menyimpangkannya."-H.R. At-Tirmidzi.

Maka, ketika kita siap untuk menikah, bukan cinta yang menjadi pertimbangan utama, tetapi agama dan visi misi pernikahan. Dalam hadist Bukhari disebutkan bahwa seorang wanita dipilih karena empat hal, yaitu hartanya, keluarga atau nasabnya, fisik atau parasnya, dan agama. Berlaku juga bagi wanita dalam memilih calon imam rumah tangga. Mengapa agama disebutkan terakhir? Kalau kata Mas, agama itu seperti final test-nya. Jika harta, nasab, dan fisik calon pasangan sudah bisa kita terima, maka kita perlu lihat agamanya. Apakah baik atau tidak? Jika baik, maka lanjutkan. Jika buruk, maka pertimbangkanlah lagi.

Selain agama, hal yang perlu ditimbangkan dalam memilih pasangan yaitu visi misi pernikahan. Ibarat kita ingin bergabung dalam sebuah organisasi, pasti kita ingin tahu apa saja visi misi organisasi itu. Setelahnya, kita pertimbangkan apakah itu sejalan dengan visi misi yang kita pegang atau tidak. Begitupun ketika ingin menikah, kita harus tahu apa visi misi pernikahan calon pasangan, lalu apakah sesuai dengan milik kita?

Mas pernah bilang kalau dalam pernikahan itu harus punya arah, tujuan, dan proses capaian yang jelas. Sebagai seorang mukmin, tentu kita tahu bahwa tujuan menikah bukan hanya mendapatkan kebahagiaan di dunia, tetapi juga di akhirat. Dengan demikian kita dapat menjalankan setiap peran, hak, dan kewajiban semata-mata untuk beribadah dan upaya mendekatkan diri kepada Allah. Maka, visi misi pernikahan yang kita buat pun harus yang bertujuan untuk itu, pun harus dilandaskan pada Alquran dan hadits. Setidaknya visi itu ada dua macam, yaitu visi jangka pendek dan visi jangka panjang. Visi jangka pendek itu capaian kita di dunia. Sementara visi jangka panjang itu kita sebagaimana yang disebutkan dalam surat At-Tahrim ayat 6 bahwa kita bisa masuk surga sekeluarga, tanpa satu pun anggota keluarga yang tertinggal di neraka. Sebab, dalam ayat tersebut, kita diminta untuk memelihara diri dan keluarga agar dijauhkan dari api neraka. Sementara misi yaitu proses untuk mencapai visi tersebut.

Setelah mengetahui itu semua, semoga para pembaca yang belum menikah bisa memahami bahwa menikah bukan hanya soal cinta, tetapi ada agama dan visi misi pernikahan yang juga harus dipertimbangkan. Sekilas terlihat ribet, tetapi sesuatu yang baik memang harus dengan proses yang baik. Apalagi menikah memang untuk melengkapi separuh agama karena banyak ladang pahala ketika kita telah menikah. Semoga dimudahkan ya.







No comments:

Powered by Blogger.