Takdir dan Berbagai Pertanyaan (4): Psikis dan Fisik

Tuesday, February 21, 2017
 

Kenapa di masa-masa semester akhir seperti ini seluruh pola hidup dan manajemen stresku yang buruk termanifestasi dalam beberapa bentuk penyakit? Kenapa sekarang?

Saat berada di titik terendah, pertanyaan itu kembali mencuat. Sebuah pertanyaan yang membuatku seakan menyangkal akan takdir yang telah ditetapkan Allah kepada hamba-Nya. Sebuah pertanyaan yang membuatku terlihat begitu lemah dan selalu mengeluh. 

Dulu, semasa kanak-kanak aku hanya mengenal penyakit fisik. Sakit ya hanya sakit perut, pilek, flu, dan berbagai bentuk sakit fisik lainnya. Menjelang remaja aku baru tahu kalau ada 'penyakit' yang tidak menyerang fisik, melainkan psikis. Gangguan psikologis pertama yang kutahu yaitu depresi. Saat SMP juga aku bahkan mendiagnosa diriku sendiri mengalami ophidiophobia atau fobia ular. Padahal saat itu aku belum paham mengenai fobia, mengenai gangguan psikologis. Bahkan aku pun tidak tahu kalau fobia termasuk ke dalam gangguan psikologis. Baru setelah kuliah di Psikologi, aku semakin mengenal berbagai macam gangguan psikologis. Ternyata 'penyakit' bukan sekadar fisik, tetapi juga psikis. Namun, psikis dan fisik saling berkaitan. 

Dalam mata kuliah Gangguan Mental (kalau tidak salah), aku mengenal adanya Psikosomatis, Somatisasi, Hipokondriasis, dan kawan-kawannya. Suatu gangguan psikologis yang menyebabkan seseorang merasa dirinya mengalami penyakit fisik padahal dari hasil tes fisik tidak menunjukkan adanya suatu penyakit. Secara teori seperti itu. Namun, setelah mengalami sendiri, aku jadi kebingungan apakah ini psikosomatis atau betulan sakit? Dosenku pernah mengatakan kalau setiap orang memiliki kemungkinan untuk mengalami stres. Namun, masing-masing orang memiliki caranya sendiri dalam menghadapi stres tersebut. Stres dapat menjadi pemacu semangat, tetapi stres juga dapat menjadi pemicu penyakit. Beberapa dokter spesialis penyakit dalam yang pernah menanganiku juga sering mengatakan agar aku menjaga pola stres. Sebab si lambung ternyata tidak suka dengan stres. Dan manifestrasi stres tiap orang itu berbeda-beda. 

Selain stres, satu bulan terakhir ini baru menyadari kalau pola hidup yang buruk juga dapat memicu suatu penyakit. Setelah kuingat kembali, tahun-tahun pertama kuliah aku sering ke GMC. Pertama kali ke sana karena dehidrasi. Selanjutnya karena maag dan sering pusing. Dan ternyata ketiga penyakit 'ringan' tersebut beberapa bulan terakhir ini menjadi penyakit yang tidak dapat dianggap enteng. Kalau dulu aku dehidrasi karena jarang minum air putih, beberapa bulan yang lalu kebiasaanku yang jarang minum air putih itu termanifestasi menjadi ISK. Kalau dulu aku maag karena beberapa kali telat makan, sering makan yang pedas-pedas, dan sering minum kopi (sachet) bisa dua gelas per hari. Sekarang kebiasaan buruk itu membuatku mengalami gastritis. Bahkan pusing yang sering kusepelekan ternyata sekarang bukan hal yang sepele. 

Berawal dari kontrol pertama setelah endoskopi, aku mengeluh kalau kepalaku sering pusing, terlebih di bagian kiri. Lalu diberi obat, dan setelah sebulan berlalu ternyata masih sering pusing. Di kontrol kedua, aku kembali mengeluhkan itu. Dan tiba-tiba sang dokter gastro merujukku ke poliklinik saraf. Setelah tanya-tanya dan melakukan pemeriksaan fisik ringan, dokter bagian nyeri onko tersebut mendiagnosa cervicogenic headache dd psychogenic. Penyebab utamanya terlalu lama di depan laptop dan faktor psikis. Cemas dan stres karena kerjaan. Sang dokter juga memintaku kontrol seminggu setelahnya. 

Kamis, 16 Februari kemarin, saat aku meminta surat rujukan ke GMC, aku bertemu kembali dengan dokter yang sama. Dan sepertinya beliau hapal dengan wajahku karena sering ke GMC untuk meminta surat rujukan. Saat aku mengatakan meminta rujukan ke poli saraf, dokter tersebut terlihat kaget karena biasanya aku meminta surat rujukan ke poliklinik penyakit dalam. Sampai-sampai sang dokter bertanya, "Mikir apa sih dek? Ini pencetusnya psikis." Aku hanya terkekeh.

Seminggu kemudian, tepatnya kemarin aku kembali kontrol ke poli saraf. Setelah bertanya-tanya perkembanganku, dokter tersebut melakukan pemeriksaan fisik ringan. "Habis ini di-rontgen ya?" kata sang dokter sambil menulis surat diagnosis. Aku terkesiap. Namun, akhirnya kulakukan juga. Dan siang itu juga, setelah mengurus berbagai administrasi, aku melakukan rontgen leher. Kalau dulu organ pencernaanku yang difoto, sekarang giliran leherku. Dan ya, setelah hari ini hasil rontgen-nya kuambil, aku baru tahu kalau aku mengalami hyperlordosis cervicalis. Dokter yang memeriksa dan dua dokter koas lainnya memberi berbagai saran kepadaku agar istirahat setiap 30-60 menit sekali, menatap keluar ruangan yang jaraknya 6 meter selama beberapa menit, dan mencontohkan posisi yang baik ketika di depan laptop atau gadget. 

Terkadang aku tertawa (kecut) sendiri ketika mengingat dulu saat SD mempelajari tentang penyakit tulang, seperti skoliosis, kifosis, dan lordosis. Dan sekarang aku mengalaminya sendiri, tetapi dengan embel-embel 'hiper' di depannya dan 'cervicalis' di belakangnya. Gara-gara ini aku semakin sadar bahwa pola hidupku memang kurang baik. Berlama-lama di depan laptop, terlebih aku bermain laptop dengan posisi tengkurap. Sama sekali tidak menggunakan meja. Dan ya, leherku sudah memberi sinyal untuk menghentikan kebiasaan burukku tersebut. 

Beberapa bulan terakhir ini, hikmah yang sering kuambil adalah kita tidak mungkin memaksakan tubuh kita untuk terus bekerja. Full 24 jam dalam 7 hari. Tubuh kita pun butuh makan, butuh istirahat, butuh refreshing. Tubuh kita pun butuh diperhatikan. Mungkin kita belum tahu kapan 'kebiasaan buruk' tersebut akan berbuah menjadi suatu penyakit. Entah saat kita masih muda, entah saat kita sudah berusia senja. Dan ya, sesibuk apapun, menjaga kesehatan itu perlu. Dimulai dari hal kecil, seperti menjaga pola makan dan pola tidur. Mungkin lidahmu baik-baik saja kamu makan cabai sebanyak apapun, tapi lambungmu? Mungkin sekarang baik-baik saja, tapi entah besok. Tapi entah lusa. Sesibuk apapun kamu, jagalah pikiran dan hatimu untuk tetap positif. Sebab sadar atau tidak, hal itu dapat memengaruhi  fisikmu. 

No comments:

Powered by Blogger.