Sebuah Notula: Tips Menulis Artikel Ala Afifah Afra



Hari ke #344

Awal bulan Desember kemarin, aku mengikuti suatu kelas online tentang menulis artikel yang diisi oleh Bunda Afifah Afra, Ketua FLP Pusat saat ini. Kelas online ini dibuka dengan tulisan Beliau mengenai menulis artikel. Sebuah tulisan yang cukup lengkap untuk menjelaskan tentang menulis artikel. Mungkin, aku mencoba untuk meringkas materi di kelas online tersebut.

Secara definisi, menurut KBBI, artikel memiliki arti karya tulis lengkap. Contohnya laporan berita atau essai dalam majalah atau surat kabar. Secara jenisnya, artikel termasuk jenis tulisan non fiksi sehingga pengemasannya harus apa adanya, ditulis sesuai faktanya, tidak diutak-atik menjadi sebuah cerita. Setiap orang pun memiliki alasan yang berbeda ketika menulis artikel. Seperti memengaruhi pola pikir orang lain, mengemukakan kenyataan yang tidak sesuai dengan prinsip kebenaran yang kita anut, serta dapat memicu diskusi publik yang berujung pada pencerdasan masyarakat.

Dalam menulis artikel, ada tiga hal yang dibutuhkan. Pertama, keluasan wawasan. Setiap penulis diwajibkan memiliki wawasan yang luas, terutama penulis artikel. Ketika memiliki wawasan yang luas, kita akan dapat memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang. Hal ini akan memengaruhi objektivitas artikel yang kita tulis, meski pada hakikatnya artikel bersifat subjektif. Kebutuhan yang pertama ini seringkali diidentikkan dengan kepakaran. Seperti tulisan tentang pertanian ditulis oleh orang-orang yang bergelut di bidang pertanian. Dengan demikian, kita harus mencari tahu terlebih dahulu apa yang menjadi fokus atau spesifikasi kita. Setelah itu, baru kita dapat memperluas wawasan di bidang tersebut.

Kedua, tanggung jawab. Perbedaan mendasar antara fiksi dan non fiksi terletak pada tanggung jawab. Jika penulis fiksi dapat berlindung di balik kata-kata "cerita ini hanya fiktif belaka", tidak demikian dengan penulis non fiksi, seperti penulis artikel. Tanggung jawabnya lebih berat karena melibatkan banyak pihak, entah masyarakat biasa atau pihak berwajib atau pejabat. Untuk menghindari hal-hal yang kurang menyenangkan, seperti pencemaran nama baik, kita harus menghindari pembahasan yang terkesan memojokkan suatu pihak. Sekalipun menyampaikan kebenaran, kita tetap harus menuliskannya dengan cara yang elegan, memang sesuai realita, mencantumkan bukti konkret, dan tidak membabi buta ketika menulisnya.

Ketiga, kecermatan mengamati fenomena. Di sekitar kita banyak sekali kejadian yang menarik untuk ditulis menjadi artikel. Fenomena yang ditulis bukan sekadar yang realitas, atau aneh tapi nyata. Namun, harus faktual atau berdasarkan kenyataan yang terjadi di masa sekarang atau masa lampau. Untuk itu, kita harus jeli menangkap setiap momen. Melihat sesuatu yang unik dari fenomena tersebut sehingga menjadikan tulisan kita berbobot.

Setelah mengetahui kebutuhan menulis artikel, Bunda Afifah Afra mengajak pembacanya menyelami inti materi kelas online tersebut, yaitu membuat artikel menarik. Pertama, menentukan tesis yang aktual. Maksudnya, kita menulis artikel sesuai kondisi saat ini, serta aktual (yang baru terjadi atau masih hangat terjadi atau masih menjadi perbincangan). Seperti ketika kita mengirimkan artikel tentang bencana tsunami di Aceh ketika menjelang hari peringatan Kartini. Pihak media tentu akan memilih tulisan yang pas dengan kondisi terkini. Meskipun tulisan kita tentang bencana tsunami di Aceh terbilang bagus. Namun, keaktualan ini tidak begitu berpengaruh jika rubrik yang kita incar di media tersebut tidak menuntut adanya keaktualan.

Kedua, judul yang relevan, singkat, dan provokatif. Maksudnya judul tulisan kita tidak bertele-tele, terkait dengan isi tulisan, serta dapat mengundang keingintahuan para pembaca. Judul yang bagus tersebut dipengaruhi oleh kekuatan tema artikel kita. Ketiga, lead yang menarik. Lead adalah intro tulisan atau pemantik sebuah artikel, yang akan membawa pembaca ke dalam isi tulisan kita. Bentuk lead pun bisa berupa petikan lagu, pantun, penggalan ayat Alquran, hadits, atau kutipan tokoh. Namun, tetap sesuai dengan tema tulisan kita. Dengan demikian, kita harus membuat lead yang semenarik mungkin sehingga dapat memancing rasa penasaran pembaca untuk membacanya hingga tuntas.

Keempat, data-data yang akurat. Untuk menunjang tesis dalam artikel, maka kita membutuhkan data-data yang akurat. Bisa dengan data primer (melakukan penelitian sendiri) atau data sekunder (menggunakan sumber yang dapat dipercaya). Namun, ketika menggunakan data-data tersebut, haruslah teliti dan selektif. Kelima, solutif. Maksudnya, artikel yang kita buat menyuguhkan solusi, bukan sekadar menyuguhkan masalah atau sekadar kritik keras yang memperuncing masalah. Sebab, kebanyakan media menyenangi artikel yang part of solution.

Keenam, sudut pandang yang beda atau unik. Sebab, mungkin saja banyak orang yang mengambil tema sama dengan kita. Namun, untuk menjadikan tulisan kita lebih berbobot dan menarik, kita dapat mengambil sudut pandang lain yang mungkin kebanyakan orang memandangnya. Ketujuh, sesuaikan dengan media yang dituju. Seperti menyesuaikan tulisan dengan segmen pembaca, lokasi, serta visi dan misi media.

Di sesi tanya jawab, banyak hal yang menurutku menarik. Seperti Bunda Afra menekankan kepada peserta kelas online itu untuk harus banyak membaca. Sebagai penulis, pekerjaan kita adalah 75% membaca, dan 25% menuliskannya. Menurut Beliau, "Menulis itu seperti menuang botol. Kalau botol kita kosong, tentu tidak akan ada yang keluar." Namun, jika kita belum membiasakan membaca, kita dapat menuliskan sesuatu berdasarkan pengalaman pribadi yang unik. Selain itu, Beliau juga menegaskan bahwa pada dasarnya artikel itu opini kita, dan hal itulah yang membuat tulisan kita orisinil. Dengan demikian, artikel bukan sekadar rangkaian sumber yang kita copy-paste dan dirangkai seperti puzzle. Namun, artikel merupakan opini yang dipaksakan agar orang percaya sehingga butuh bukti dan referensi yang kuat.

No comments:

Powered by Blogger.