Pipa Pembuangan Terkotor: Mulut Kita



Hari ke #184

Hal yang "menyenangkan" dan tanpa sadari sering kita lakukan terutama ketika berkumpul dengan teman, saudara, maupun rekan kerja adalah bergunjing. Membicarakan seseorang, terutama hal-hal buruk mengenai orang tersebut. Entah orang lain yang membuka percakapan, atau barangkali kita yang memulainya terlebih dahulu. Entah kita berencana untuk melakukannya, atau kita terbawa suasana hingga tanpa sadar ikut terlibat dalam pergunjingan tersebut.

Padahal dalam surat Al-Lahab Allah telah melarang kita untuk tidak menggunjingkan aib orang lain. Bahkan mengumpamakan pergunjingan seperti memakan bangkai saudara sendiri. Dan membicarakan aib orang lain secara bersama-sama tidak ubahnya seperti pesta pora memakan bangkai manusia. Namun, tetap saja terkadang kita begitu asyik menikmati pergunjingan tersebut.

Aku jadi teringat dua bab di novel Pukat yang berjudul "Pipa Pembuangan Terkotor". Dalam bab tersebut, di tempat tinggal Pukat memang sedang maraknya orang-orang membicarakan keluarga Kesi. Singkat cerita, saking Pukat "menikmati" menggunjingkan keluarga Kesi, sampai-sampai terbawa mimpi. Pukat bermimpi menjadi seorang pangeran yang diundang ke istana milik Raja Lamsari dan Ratu Saleha. Para pelayan istana membawakan banyak sekali hidangan. Pukat begitu lahab memakan hidangan tersebut. Menurutnya, hidangan tersebut sangat enak bahkan membuatnya kepayang. Ketika Pukat menanyakan jenis daging yang dihidangkan dalam meja makan tersebut, Ratu Saleha menjawab jika itu adalah daging manusia. Awalnya Pukat tidak percaya hingga setelah dia amati lebih dekat, daging yang dihidangkan memang daging manusia, daging keluarga Kesi yang telah dipenuhi belatung.

Dan setiap kali lingkunganku akan memulai aktivitas pergunjingan tersebut, aku selalu teringat akan cerita dalam novel Pukat dan surat Al-Lahab tersebut. Aku terus mencoba untuk menahan diri untuk tidak ikut terlibat. Sebab aku takut seperti memakan bangkai saudara sendiri ketika membicarakan (aib) orang lain. Padahal terkadang kita tidak menyadari bahwa kita pun memiliki aib, sama seperti orang yang kita bicarakan. Bahkan mungkin aib kita lebih banyak dibandingkan orang yang kita bicarakan, tetapi Allah telah berbaik hati menutup aib-aib kita tersebut. Memang benar apa yang dikatakan Nek Kiba--salah satu karakter dalam novel Pukat--bahwa "lubang pembuangan terkotor di dunia adalah mulut kita. Mulut kitalah yang setiap hari mengeluarkan bau paling memualkan, mulut kitalah yang tega mengunyah bangkai, mulut kitalah yang menelan lantas memuntahkan kotoran tersebut."

No comments:

Powered by Blogger.