Bahagia yang Sederhana

Saturday, January 11, 2020


Dulu, sebelum menikah, definisi kebahagiaan itu ketika mendapat suatu pencapaian tertentu. Atau ketika mendapat sesuatu yang diinginkan. Seperti menjadi mahasiswa di kampus--yang katanya--favorit. Atau ketika dapat mendaki Gunung Semeru--padahal "hanya" sampai Ranukumbolo.

Berbeda halnya ketika sudah menikah, bahagia tidak lagi tentang materi atau pencapaian. Namun, ketika dapat melihat orang sekitar dan dapat melakukan sesuatu hal untuknya. Bahagia itu terasa begitu sederhana. Sesederhana dapat menyelesaikan pekerjaan rumah. Sesederhana melihat Mas pulang kerja. Sesederhana dapat memasak bersama.

Begitupun setelah ada Umar. Bahagia terasa sederhana sekali. Sekadar melihat senyum anak, sudah merasa bahagia. Sekadar melihat perkembangan anak yang kian bertambah, sudah merasa bahagia. Sekadar melihat anak lahap makan dan berat badannya naik sesuai KBM (Kriteria Berat Minimal), sudah merasa bahagia. Bahkan, sekadar dapat membersihkan rumah atau memasak sudah merasa bahagia.

Mungkin memang benar ungkapan bahwa kebahagiaan ibu terletak pada anak. Seakan semua lelah itu terbayar lunas. Pun benar apa yang dikatakan Mas, bahwa rewelnya anak menjadi stresnya kita, tetapi nurutnya anak menjadi kebahagiaan kita.

No comments:

Powered by Blogger.