Perempuan Hujan

Wednesday, April 27, 2016
Ini adalah challenge yang diberikan mba Tutut, untuk melanjutkan cerita yang berjudul  Patah Hati Pada Kopi dan Hujan
Happy Reading!

***



Kertas itu masih erat kugenggam, mataku pun masih menatap tidak percaya apa yang tertulis di kertas itu. Telah dibayar lunas karena menyukai perempuan yang baru kunikahi. Kuremas kasar kertas itu hingga tidak berbentuk. Tidak mungkin perempuan hujanku telah menikah, batinku. Seolah masih tidak terima jika memang perempuan itu telah menikah. Hatiku benar-benar remuk. Segala anganku bersamanya, menikmati hujan bersama di bawah payung seketika musnah. 

Kulihat perempuan hujanku masih tertawa lepas dengan pelayan kurang ajar itu. Tertawa begitu lepas hingga tidak menyadari kalau ada seseorang yang baru saja dipatahkan hatinya. Aku mulai bersiap beranjak dari kursiku. Segenap keberanian telah kukumpulkan. Perlahan aku mulai bangkit dan menghampiri tempat duduk perempuan hujanku itu. 

Tawa perempuan itu tiba-tiba terhenti ketika menyadari kehadiranku. Membuat laki-laki di depannya spontan menoleh ke belakang. Aku menatap sinis pada pasangan baru itu. Mereka begitu ketakutan melihat tatapanku yang seperti itu. 

"Ada apa ini?" tanya laki-laki itu. Nada suaranya terdengar begitu ketakutan sekaligus kesal karena ada orang asing yang menghampirinya. 

Aku terdiam, masih menatap mereka tajam. Pasangan baru itu balas menatapku dengan tatapan heran. 

"APA-APAAN INI?!" suara laki-laki ini mulai meninggi ketika aku melakukan pukulan pertama. Perempuan hujanku menjerit ketakutan. Seluruh pengunjung Ekspressio Café serempak menatap. Raut wajah mereka terlihat sekali ingin menangkap dan menghajarku. Namun, mereka masih menunggu waktu yang tepat. 

BUK. Pukulan kedua kembali kulayangkan pada wajah laki-laki itu. Lalu kuhempaskan laki-laki itu ke kursi panjangnya. Melempar kertas yang diberikan pelayan lain. Perempuan hujaku kembali menjerit. Kali ini jeritannya begitu keras. Pengunjung café semakin naik pitam. Mereka terlihat mengambil ancang-ancang untuk balas memukulku. Namun, urung mereka lakukan ketika aku tidak kembali melakukan pukulan ketika. Aku pun segera meninggalkan café itu, melintasi tatapan tajam pengunjung café. Namun, aku tetap berjalan dengan tenang, tidak menghiraukan tatapan tajam mereka. 

Di luar, hujan kembali turun. Kali ini lebih deras dari sebelumnya. Aku segera membuka payung biruku. Dan seketika aku terlonjak kaget saat melihat seorang perempuan berpayung hitam sedang berlari-lari kecil di bawah hujan. Perempuan hujanku? batinku bertanya. Lalu aku menoleh ke belakang. Beruntung dinding café terbuat dari kaca sehingga aku bisa melihat pengunjung dengan sangat jelas. Termasuk melihat pasangan baru yang duduk di ujung ruangan. Dan aku kembali terperanjat ketika aku menyadari bahwa perempuan tadi bukanlah perempuan hujanku. Aku mengucek kedua mataku untuk memastikan. Dan ternyata benar, perempuan yang kukira perempuan hujan itu ternyata bukanlah perempuan hujanku. Aku terpaku, masih tidak percaya. Lalu aku kembali memutar badan, menatap ke depan. Perempuan berpayung hitam itu, perempuan hujanku telah menghilang. Aku segera berlari meninggalkan café itu. Berlari mengelilingi jalan sekitar café, berharap menemukan perempuan hujanku. Namun, hasilnya nihil. 

Napasku tersengal karena tidak terbiasa berlari. Kuhirup lalu kuhembuskan napas sesaat setelah aku memutuskan untuk berhenti mencari perempuan hujanku. Aku mendongakkan kembali, menatap ke depan begitu menyadari seseorang telah berdiri beberapa langkah di depanku. Perempuan hujanku! Perempuan itu tersenyum manis menatapku. 

"TUNGGU..." teriakku pada perempuan hujanku. Perempuan itu malah berlari meninggalkanku, membuatku kembali bangkit dan berlari mengejarnya. 

"Tunggu..." teriakku lagi. Perempuan hujanku menoleh sekilas, lalu tersenyum. Aku membalas senyumannya. Lalu tiba-tiba perempuan hujanku menghilang. Membuatku terpaku. Sisi hatiku sepertinya mulai runtuh. 

No comments:

Powered by Blogger.