Menunggu Dua Jam dan Tidak Jadi Tes Genose

Monday, April 05, 2021



Kemarin pagi kami pergi ke pintu barat Stasiun Purwokerto untuk tes Genose. Sesampainya di lokasi, aku begitu terkejut karena banyak sekali yang mengantre. Berbeda sekali dengan di Stasiun Tugu. Mungkin karena kemarin hari Ahad. Kami pun mengambil form dan nomor urut pendaftaran. Ternyata kami mendapat nomor urut 245. Padahal sewaktu kami datang, nomor pendaftaran yang terpanggil itu baru nomor ke-130.


Kami menunggu di ruang tunggu hampir dua jam, sampai rasanya bosan dan mengantuk. Umar pun bolak-balik naik-turun kursi, jalan ke sana-ke mari. Bahkan menumpahkan air ke lantai beberapa kali, tetapi cepat mengering saking teriknya.


Setelah memasuki nomor urut 236, kami mulai beranjak dari kursi dan mendekati loket pendaftaran. Selang belasan menit kemudian, nomor pendaftaran kami pun dipanggil. Sesampainya di sana, petugas Polsuska (polisi khusus kereta api) meminta form pendaftaran dan tiket. Ketika hendak membayar ke petugas yang ada di loket, tiba-tiba...


"Kalau Joglosemarkerto nggak perlu pake tes antigen atau Genose Pak," ujar bapak Polsuska.


Mendengar itu aku dan Mas serasa membeku sejenak. Serasa penantian selama dua jam begitu sia-sia. Kami puni berkali-kali memastikan ke petugas yang di loket perihal tes sebelum naik kereta. Ternyata kalau naik Joglosemarkerto memang tidak perlu menggunakan tes. Akhirnya, kami keluar dari pintu barat stasiun dengan perasaan campur aduk. Ya sedih, tetapi ingin ketawa, tetapi agak "nyesek" karena sudah dua jam mengantre. Pun agak menyayangkan kenapa petugas di Stasiun Tugu tidak memberitahukan hal itu.


Sepanjang perjalanan menuju destinasi selanjutnya, kami mencoba merangkai berbagai hikmah dari kejadian tersebut. Pertama, tentunya kami jadi tahu "sisi lain" Stasiun Purwokerto. Kedua, kami jadi tahu kalau naik Joglosemarkerto tidak perlu pakai tes apapun. Ketiga, hemat pengeluaran #eh. Keempat, bisa melihat kereta yang datang dan pergi secara dekat, sampai-sampai Umar merasa kaget ketika mendengar suaranya. Kelima dan seterusnya kami masih merangkainya. Kata Mas, dengan mengambil hikmah tersebut, kami jadi bisa lebih ikhlas untuk menerima apa yang telah Allah rencanakan.

No comments:

Powered by Blogger.