Bagaimana Peran Perempuan dalam Politik?

Sunday, April 18, 2021



Ahad pekan lalu, aku mengikuti sesi kedua The Lost History Series-nya @hijratunna yang membahas tentang peran politik perempuan pada masa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Ketika mendengar kata "politik", yang muncul pertama kali dalam bayanganku yaitu para politisi dan partai-partai. Namun, setelah menyimak sesi kedua tersebut, aku tersadar bahwa politik tidak hanya seputar itu. Bahkan, mendidik anak pun bisa menjadi kontribusi kita, terutama sebagai ibu.


Sebelum Islam datang, baik di barat maupun Jazirah Arab, perempuan diperlakukan dengan kasar, direndahkan martabatnya, dan dihina.  Perempuan tidak memiliki peran dan kedudukan di masyarakat. Pun perempuan tidak memiliki hak politik sama sekali. Bahkan saat itu, seringkali perempuan hanya dijadikan pelampiasan syahwat laki-laki.


Begitu Islam datang, ternyata dapat membawa angin segar bagi kaum perempuan. Kedatangan Islam membuat perempuan tidak lagi dihina. Sebaliknya, Islam begitu memuliakan dan menghormati perempuan sebagai makhluk yang harus dijaga. Selain itu, datangnya Islam membuat perempuan memiliki hak bernegara atau hak politik.


Lalu, bagaimana peran perempuan dalam aktivitas politik? Sebelum mengetahui tentang itu, kita lihat definisi politik terlebih dahulu. Secara bahasa, kata politik dalam bahasa Arab disebut dengan sasa-yasusu-siyasat(an) yang memiliki makna mengurusi dan memelihara. Sementara secara istilah, menurut Syekh Abdul Qadim Zallum, politik memiliki makna mengatur urusan umat, yang secara praktis dilakukan oleh negara dan dikoreksi oleh umat. Sementara dalam Islam, politik memiliki tujuan untuk mengurusi masyarakat atau umat sehingga politik tidak hanya terbatas seputar kekuasaan dan legislasi.


Dalam Islam, berpolitik itu kewajiban. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dan Khatib, "Siapa saja bangun di pagi hari dan tidak memerhatikan urusan kaum muslim, ia tidak termasuk golongan mereka." Dari hadits tersebut, kita tahu bahwa salah satu tanggung jawab kita terhadap kaum muslim lainnya adalah memerhatikan urusannya. Maka, berpolitik itu wajib bagi umat muslim. Sebab, salah satu aktivitas politik yaitu tindakan yang dilakukan untuk mengurus kepentingan umat.


Lalu, bagaimana peran perempuan dalam aktivitas politik? Sejak awal kedatangan Islam, perempuan sudah memainkan peranan penting dalam perjuangan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Seperti Bunda Khadijah binti Khuwailid yang menjadi wanita pertama dalam menyambut seruan dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Pun, selama Bunda Khadijah hidup, Beliau memberikan dukungan yang begitu besar untuk dakwah suaminya.


Ada dua fase dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, yaitu fase Mekah dan fase Madinah. Pada fase Mekah terjadi dalam dua kondisi, yaitu sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Saat kondisi sembunyi-sembunyi bertujuan untuk membentuk kutlah dan kader militan pejuang Islam. Setelah tiga tahun melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi, akhirnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun melakukannya secara terang-terangan. Sebab, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam merasa kaum muslim sudah siap menerima konsekuensi dakwah. Saat kondisinya sudah terang-terangan maka terjadilah perjuangan politik untuk mengungkap kejahatan kaum kafir Quraisy. Serta pergolakan pemikiran antara yang batil dan hak. Pada fase Mekah ini, keterlibatan muslimah yaitu bergabung dalam barisan dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Mereka ikut terjun beramar ma'ruf nahi munkar kepada sesama perempuan. Selain itu, mereka juga ikut melakukan baiat aqabah 2.


Kemudian fase dakwah kedua yaitu fase Madinah atau fase tathbiqul ahkam yang berarti penerapan hukum Islam. Pada fase ini, secara de facto Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sudah layak menjadi pemimpin. Pada fase ini juga, muslimah berperan dalam majelis umat, amar ma'ruf nahi munkar, mencerdaskan muslimah lainnya, serta menjadi pendidik generasi.

Ada dua peran strategis muslimah dalam membangun peradaban Islam. Pertama, dalam keluarga muslimah berperan sebagai istri sekaligus ibu. Ketika menjadi ibu, kita mendidik generasi, memahamkan kewajiban setelah baligh sehingga nantinya terbentuk generasi rabbani atau dekat dengan Allah. Kedua, dalam masyarakat, muslimah berperan sebagai daiyyah yang melakukan pencerdasan kepada sesama muslimah. Kemudian ada empat cara untuk menjadi the next shahabiyyah yang ikut berperan dalam politik, yaitu belajar islam secara kaffah, beramal secara jamaah, amar ma'ruf nahi munkar, dan istiqomah.

No comments:

Powered by Blogger.