Mengenali dan Menyadari Insecure

Wednesday, August 19, 2020

 



Semenjak masuk Psikologi, kusadari bahwa aku memiliki perasaan insecure jika akan bertemu orang lain. Entah takut akan muncul perasaan inferior. Entah karena takut tidak bisa menjawab jika ada orang yang mengajakku berbicara. Hingga saat ini, aku sangat menyadari perasaan yang ada dalam diriku tersebut.


Lalu sekitar sepekan yang lalu, aku melihat flyer acaranya Asma Amanina tentang insecure yang diisi oleh mba Iza (Tika Faiza), seorang senior sewaktu kuliah dulu sekaligus musyrifah tahsinku. Berawal dari rasa penasaran akan insecure yang dibahas mba Iza, ditambah kerinduan mendatangi majelis ilmu yang diisi oleh Beliau, ternyata sepanjang acara kemarin aku menyimak penyampaian Beliau dengan haru dan mata berkaca-kaca.


Mba Iza mengungkapkan bahwa insecure adalah perasaan tidak aman dan cemas terhadap suatu hal. Namun, apakah perasaan tersebut memengaruhi kesehatan mental kita? Menurut WHO, ada tiga indikator seseorang disebut sehat mental. Pertama, mewujudkan potensi diri. Dari segi Alquran, dalam surat Al-Isra disebutkan bahwa setiap manusia yang lahir ke dunia itu telah memiliki potensi-potensi. Jika kita merasa tidak memiliki potensi, mungkin karena kita belum mengenali potensi, kelebihan, dan kekurangan diri kita sendiri. Kedua, mampu mengatasi tekanan kehidupan dalam batas normal. Seseorang disebut sehat mental ketika dapat mengatasi stres harian dalam hidupnya, pun dapat menyikapi suatu stimulus dengan baik agar tidak menjadi tekanan. Jadi, seseorang yang sehat mental bukan seseorang yang sama sekali tidak ada masalah karena tidak ada orang hidup yang tidak punya masalah. Ketiga, produktif dan bermanfaat. Seseorang yang sehat mental bukan hanya yang bisa mengenali potensi dalam dirinya, tetapi bisa produktif dan bermanfaat dengan potensi yang dimiliki. Seperti kita mampu menulis, maka dia produktif menulis. Selain produktif juga bermanfaat untuk orang lain. Hadirnya sebuah solusi bagi orang lain.


Lalu apa yang terjadi jika seseorang merasa insecure? Ketiga indikator di atas akan melemah. Kenapa? Karena seseorang yang kesehatan mentalnya bermasalah, bukan berarti "gila". Pun kesehatan mentalnya sifatnya kontinum, bisa bergeser sewaktu-waktu. Kadang di kanan (memaksimalkan sisi sehat mentalnya), kadang di kiri (kesehatan mental mengalami penurunan), dan kadang di tengah. Asalkan kita tidak melebihi batas paling kiri karena kalau sudah begitu, kita bisa mengalami berbagai permasalahan psikologi yang lebih berat. Seperti stres berat, skizofrenia. Kalau kita merasa insecure, sampai kita tidak bisa produktif dan mengatasi stres harian, maka sangat mungkin sisi kesehatan mental kita sedang dalam kondisi menurun. Ketika kita merasa tidak produktif itulah yang menurunkan titik kesehatan mental kita. Apalagi ketika kita terus-menerus merasa tidak pede. Merasa tidak pede itu tidak apa-apa, tetapi jangan kebablasan. Sebab, kalau kebablasan kita menjadi tidak produktif. Ibarat kita seperti katak dalam tempurung, yang seharusnya kita bisa lompat ke kanan, lompat ke kiri, perasaan insecure dan merasa tidak itu terus menumpuk sehingga kita hanya bisa diam dalam tempurung.


Perasaan insecure itu tidak hanya terstimulus dari lingkungan dan orang lain, tetapi juga karena kita tidak tahu "siapa diri kita", kita tidak tahu identitas kita sebagai muslim. Padahal kita ini "kuntum khayra ummah", kita adalah umat terbaik yang menyuruh kepada kebaikan, yang melarang kepada keburukan. Namun, peradaban saat ini memang didominasi oleh sekularisme yang memisahkan antara dunia dan agama, penuh dengan orientasi keduniaan dan menyingkirkan apa saja yang berbau agama. Tidak heran jika merasa minder karena gaji kita lebih kecil dari orang lain, merasa insecure karena merasa pekerjaan kita tidak sebagus orang lain, tidak sebaik dari orang lain.


Manusia memang memiliki sifat untuk menginginkan dunia dan merasa insecure dengan hal-hal yang bersifat dunia. Lalu, bagaimana cara mengatasi insecure? Pertama, memahami hakikat kehidupan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa'i, ada dua hal yang kita boleh merasa iri, yaitu kepada orang yang dikaruniai Allah kemampuan membaca atau menghafal Alquran dan orang yang dikaruniai harta dan menginfakkannya. Kepada orang yang seperti itu, kita boleh merasa iri. Namun, kita tidak boleh iri kepada orang yang gajinya besar tetapi kita tidak tahu apakah dia menginfakkan dari gajinya tersebut atau tidak. Jadi, kita perlu mencurigai diri, sebenarnya kepada siapakah kita merasa insecure. Jangan-jangan selama ini kita merasa insecure pada sesuatu yang sifatnya dunia. Sebab, sangat eman-eman jika kita menggunakan energi kita untuk iri dan membandingkan diri dengan orang lain.


Lalu, untuk memahami hakikat kehidupan kita juga bisa membaca surat Al-Baqarah ayat 155. Pada ayat tersebut terdapat frasa وَلَنَبْلُوَنَّكُم yang menunjukkan bahwa sesuatu itu benar-benar pasti akan terjadi. Apa yang pasti akan terjadi? Cobaan yang diberikan kepada kita. Allah memberikan cobaan kepada kita dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kekurangan jiwa. Artinya, ketika kita mendapat ujian hidup, ingatlah bahwa memang seperti itulah Allah berjanji akan menguji manusia dengan beberapa cobaan. Salah seorang tokoh Psikologi pun pernah berkata bahwa memang di dunia penuh dengan harapan yang untuk mencapainya diiringi dengan kecemasan. Namun, di dalam surat tersebut juga terdapat solusi untuk kita, yaitu sabar. Bukan membiarkan diri kita iri kepada orang lain, tetapi menyadari bahwa itu takdir yang harus diterima oleh kita.


Selanjutnya, kita dapat memahami hakikat kehidupan dari surat Al-Hadid ayat 22. Dalam ayat tersebut terdapat kata أَصَابَ yang artinya sesuatu yang mengenai sasaran dengan tepat, tetapi dalam ayat tersebut, kata أَصَابَ artikan dengan bencana yang menimpa kita. Namun, ayat tersebut menyampaikan pesan kepada bahwa tidak ada sesuatu bencana yang akan menimpa kita jika tidak tertulis di Lauhul Mahfuzh. Maka, segala kekhawatiran kita tidak mungkin akan terjadi jika tidak tertulis di Lauhul Mahfuzh. Sebaliknya, jika sesuatu yang tertulis di Lauhul Mahfuzh pasti akan sampai menimpa kita. Jadi, ketika kita merasa insecure terutama yang terkait dengan dunia, serahkan semuanya kepada takdir terbaiknya Allah. Sebab, tidak ada yang Allah inginkan dari hamba-Nya kecuali sebuah kebaikan. Percayalah bahwa Allah menakdirkan yang terbaik untuk hidup kita. Sebab, seringkali kita hanya percaya sama Allah, tetapi tidak mempercayakan hidup kita sama Allah. Dan itulah sumber terbesar insecure kita. Jadi, kita perlu memahami bahwa Allah bukan hanya tempat di mana kita salat, tetapi Allah adalah sosok di mana kita mempercayakan seluruh urusan hidup kita, termasuk masa depan.


Solusi kedua dalam mengatasi insecure adalah menyadari dan mencari sumber insecure. Ada dua sumber yang mungkin memunculkan insecure, yaitu syahwat dan syubhat. Syahwat itu fitnah yang berkaitan dengan hal-hal keduniaan, harta, kedudukan, pujian, dan kesenangan sesaat. Jangan-jangan insecure yang rasakan ada unsur syahwatnya, ada hal-hal yang sifatnya keduniaan, kepada hal-hal yang tidak diperbolehkan. Sementara syubhat yaitu hal-hal yang berkaitan dengan ilmu. Seseorang jatuh ke dalam syubhat jika tidak menuntut ilmu sehingga memiliki pemahaman yang menyimpang, kebodohan, dan pemikiran yang salah. Contohnya merasa tidak pede yang kebablasan. Bisa jadi tidak pede karena merasa insecure dan enggan memerangi syubhat dalam diri kita. Maka lawan syubhat dengan ilmu. Perbanyaklah thalabul ilmi, mengapasitaskan diri dengan hal-hal yang bermanfaat.


Solusi ketiga dalam mengatasi insecure adalah membuka jendela hati dan pikiran, lalu lakukan sesuatu untuk mengapasitaskan diri. Sebab, insecure ranahnya ada dalam pikiran. Artinya, kekhawatiran tersebut hanya ada dalam pikiran kita. Hanya dari pikiran tersebut ternyata bisa memunculkan gejala psikosomatis. Jika itu terus-menerus kita rasakan, bisa menjadi penyakit. Padahal pikiran kita tersebut tidak selalu benar. Ketika kita merasa insecure, merasa sedih, kita terima perasaan tersebut sebagai langkah pertama. Lalu di-follow up dengan akhlak terbaik. Ingatlah bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah. Dan saat kita melemah, ingatlah perkataan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam untuk bersemangat atas hal-hal bermanfaat.


Kalau kita merasa insecure karena faktor eksternal yaitu orang lain dan lingkungan, atau karena faktor internal, yaitu diri sendiri. Maka kita harus ingat bahwa memang manusia itu aslinya lemah, banyak salahnya, banyak kekurangannya, banyak tidak mampunya. Namun, di antara kelemahan yang kita miliki ada berita bahagia yang bersifat abadi, yaitu fakta bahwa kita adalah hamba dari Tuhan yang cinta-Nya mendahului murka-Nya. Fakta bahwa kita adalah ciptaan dari sosok pencipta yang menamakan diri-Nya ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ . Kata بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ mendahului مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ dalam surat Al-Fatihah menjadi pertanda sebelum Allah menghitung amal salih kita, mengadili amal kita, Allah mendahulukan rahman dan rahimnya untuk memeluk manusia yang serba kekurangan. Terkadang kita cemas akan banyak hal, tetapi kita lupa fakta bahwa kita adalah hamba dari Tuhan yang Maha Memiliki cinta sempurna. Maka, ketika kita merasa insecure, harus segera kita obati dengan sesederhana mengingat bahwa kita adalah hamba dari Tuhan Yang Maha Menciptakan dengan penuh kasih sayang. Bahkan, dari 99 asmaul husna hanya kata rahman dan rahim yang digunakan dalam redaksi basmalah. Sebab, Allah tahu bahwa manusia ini ingin dipeluk dalam hangatnya kasih sayang, merasa aman dalam semua kondisi. Dan  ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ menjadi salah satu treatment terbaik yang Allah berikan untuk memenuhi sisi-sisi kejiwaan yang rindu akan kasih sayang dan cinta. Dan ketika kita mempelajari asmaul husna, kita akan meleleh bahwa kita adalah hamba dari Tuhan yang memiliki cinta yang tumpah-tumpah untuk urusan hamba-Nya. Sampai Ibnul Qayyim berkata, "Andaikan kamu tahu bagaimana Allah mengatur urusan hidupmu, pasti kamu akan meleleh karena cinta kepada-Nya."


Sumber: Seminar Psikologi Online Asma Amanina "Sering Insecure, Sehatkah Mental Kita?" bersama Ustadzah Tika Faiza pada tanggal 16 Agustus 2020



No comments:

Powered by Blogger.