Menumbuhkan Fitrah Anak, Dimulai dari Memilih Pasangan

Thursday, February 11, 2021




Dalam Psikologi, ada teori tabularasa atau teori kertas putih yang dicetuskan oleh John Locke. Teori tersebut menjelaskan bahwa manusia itu terlahir seperti kertas kosong yang suci dan tidak membawa apa-apa. Sekilas, teori tersebut terlihat benar. Namun, jika dilihat dari kacamata Islam, teori tersebut tidaklah tepat. Sebab, dalam Islam, seorang bayi terlahir ke dunia sudah membawa banyak hal, di antaranya fitrah dan rezeki. Bahkan rezeki seorang bayi sudah terjamin ketika dirinya masih dalam kandungan.


Lalu, apa itu fitrah? Fitrah adalah potensi ketauhidan yang dibawa sejak lahir. Ada sebuah hadits berkaitan tentang fitrah yang mungkin sering kita dengar. “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhari)


Mengapa "Islam" tidak disebutkan dalam hadits tersebut? Sebab, fitrah yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah Islam itu sendiri. Dari hadits tersebut kita tahu bahwa pada dasarnya semua manusia itu terlahir muslim. Namun, setelah lahir, orang tuanya yang berperan untuk menumbuhkan fitrah tersebut atau tidak. Jika orang tua memiliki peranan yang penting dalam tumbuhnya fitrah itu, maka langkah awal untuk melakukannya adalah dengan memilih pasangan.


Mengapa demikian? Sebab, tugas mengasuh anak tidak hanya terletak pada satu orang, tetapi dua orang, ayah dan ibu.  Dengan demikian, jika kita memilih pasangan yang baik secara agama, maka ketika anak kita lahir sudah bisa mengenal Rabb-nya. Dalam buku Parent-Child Relations juga disebutkan bahwa suami dan istri haruslah bekerja sama dalam tim untuk mengasuh anak. Maka, ketika memilih pasangan, sebenarnya bukan hanya untuk menjadi istri/suami, tetapi juga menjadi ibu/ayah. Sayangnya, seringkali ketika memilih pasangan, kita tidak memikirkan hal tersebut.


Bagi perempuan, memilih pasangan haruslah yang baik secara agama karena laki-lakilah yang menjadi kepala keluarga sehingga semua keputusan ada di tangannya. Bayangkan jika kepala keluarga kita belum baik secara agama, tentu dalam menjalankan urusan rumah tangga, mulai dari menentukan visi-misi pernikahan hingga mengasuh anak mencari literatur di luar Islam. Padahal, Islam sendiri sudah memfasilitasi Alquran dan sunah yang bisa menjadi landasan dalam mengasuh anak.


Bagi laki-laki, memilih pasangan haruslah yang baik secara agama dan mau untuk dibimbing. Sebab, dua tahun pertama kehidupan, seorang anak bergantung dengan ibunya. Jika seorang perempuan tidak baik secara agama, dalam menjalankan peran-peran sebagai istri dan ibu hanya dilakukan untuk menuntaskan kewajiban. Padahal peran-peran tersebut dapat menjadi ladang pahala bagi perempuan.

No comments:

Powered by Blogger.