Sebuah Notula: Futur dan Penyebabnya


Hari ke #219

Mungkin salah satu ketakutanku dan banyak orang adalah futur. Apalagi ketika sedang mengalami perubahan kondisi. Dari mahasiswa menjadi karyawan. Dari yang hidup sendirian menjadi hidup berdua dengan pasangan. Dari yang awalnya hanya hidup berdua menjadi bertiga, berempat, atau berberapa bersama anak. Dan secara kebetulan, Senin sore kemarin murabbiku bercerita tentang futur.

Jika dilihat secara harfiah, futur memiliki arti berhenti, diam setelah bergerak, atau malas-malasan. Dari yang awalnya aktif di manapun, karena kondisinya berubah menjadi tidak aktif di manapun. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Bila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan memperkerjakannya." Cara yang Allah lakukan dengan memberi taufik untuk melakukan amal saleh. Ketika Allah menghendaki untuk melakukan kebaikan, maka Allah akan menjaga kita untuk selalu berbuat kebaikan. Jadi jangan sombong karena kita (merasa) lebih banyak berbuat kebaikan, itu bukan karena diri kita, tetapi karena Allah yang menghendakinya.

Ada beberapa penyebab futur. Pertama, sikap berlebihan atau ekstrem dalam menjalankan perintah agama. Seperti salah seorang sahabat yang ingin selalu beritikaf di masjid (bukan di 10 hari terakhir Ramadan) padahal dia mempunyai istri. Suatu hari, ketika Umar bin Khattab bertemu dengannya, Umar mencengkeram kerah bajunya dan menyuruhnya untuk pulang. Sebab keinginannya untuk beritikaf sudah terlampau berlebihan hingga tidak mencari nafkah untuk sang istri. Sikap Umar tersebut menunjukkan bahwa dalam ber-Islam itu harus seimbang antara urusan akhirat dengan urusan duniawi.

Kedua, berlebihan dalam mengonsumsi makanan yang mubah. Makan hingga terlalu kenyang hingga kita enggan untuk melakukan apapun. Ketiga menjauhi hidup berjamaah dan mengisolasi diri. Padahal ketika kita berjamaah, kita akan mendapat penjagaan dari orang lain. Pun agar kita terinspirasi dengan perjuangan mereka dalam berbuat kebaikan.

Keempat, lalai mengingat kematian. Malam menjadi waktu yang paling "ampuh" menjadikan manusia lalai. Itu kenapa banyak bencana yang terjadi di malam hari, waktu ketika banyak manusia lalai untuk mengingat kematian. Padahal dengan mengingat kematian dapat mengurangi rasa futur. Kelima, lalai dalam melakukan aktivitas harian. Keenam, memakan makanan yang haram atau syubhat. Seperti ketika tidak terbiasa mengecek label halal dalam kemasan makanan atau minuman.

Ketujuh, membatasi mempelajari agama hanya pada satu aspek. Sebab nantinya akan membuat hati kita keras. Kedelapan, tidak siap dalam menghadapi turbulensi dakwah, terlebih ketika dalam keadaan sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Kesembilan, berteman dengan orang yang lemah kemauannya. Sebab kita dapat terpengaruh dengan teman kita tersebut. Seperti sebuah ungkapan, bahwa jika ingin melihat agama seseorang, lihatlah temannya--dengan siapa dia berteman. Kesepuluh, tidak mempunyai rencana dalam beraktivitas. Dengan demikian hidupnya hanya ikut arus tanpa tahu tujuan yang sebenarnya itu apa. Dan terakhir tenggelam dalam kemaksiatan atau meremehkan dosa-dosa kecil. Sebab ketika kita melakukan dosa (yang kita anggap) kecil, dosa-dosa kecil itu dapat menumpuk menjadi banyak. Pun kita seakan menjadi "terbiasa" untuk berbuat dosa, meski kecil.

Penyebab-penyebab futur tersebut mungkin secara tidak kita sadar kita sering melakukannya. Padahal ketika sekali kita futur, kita susah untuk bangkit. Untuk itu, harus jaga ibadah, berkumpul dengan orang saleh, serta banyak-banyak bersyukur dan bersabar.


No comments:

Powered by Blogger.